Rabu, 17 Juni 2015

Berkah Pertama. Tapi...

Hari ini, aroma makanan warteg pinggir jalan tercium lebih menyengat dari biasanya.

Hari ini, bau mulut lebih meledak dari biasanya.

Hari ini, harum tubuhmu tak tercium seperti biasanya.

Hari ini, besok, dan seterusnya hingga akhir ramadhan, semoga semua kembali seperti biasanya.

Semalam, kamu terlihat lebih feminim dari biasanya. Ketika mukenah menutupi tubuhmu dan kamu melangkah ke mushola terdekat. Merubah pikiranku untuk berjalan menuju masjid yang jauh. Aku hilang kesadaran bahwa aku telah berdosa karena membatalkan niatku ke masjid untuk melangkah lebih jauh dan mendapat pahala lebih banyak, tapi aku malah mengejarmu. Aku hanya berpikir jika aku mengikutimu maka kita akan berada ditempat yang sama, semakin dekat, berdoa bersama, walaupun aku berada di beberapa shaf didepanmu dan bukan sebagai imam. Aku hanya bisa membayangkan aku akan berada diposisi itu.

Kita tak bertegur sapa saat bertemu, tapi aku lihat jelas sorot matamu menatap kearahku. Atau mungkin kamu hanya melihat baju koko yang ku kenakan lebih rapi, karena kamu ingat dulu aku hanyalah anak kucel yang kamu kenal. Terserah dengan semua yang ada dipikiranmu sekarang, aku hanya berharap kita berada dalam satu doa yang sama dan saling mendoakan agar kita saling dipertemukan walau kita selalu saling menyia-nyiakan kesempatan yang ada.

Rasanya begitu sempurna, ketika kamu pergi lalu kembali lagi. Kamu layaknya hidangan makanan dibulan ramadhan. Datang saat Sahur, menghilang, dan bertemu lagi saat Magrib. Kalaupun bertemu kita disiang hari kitapun tak saling bertegur sapa, aku pasti tak menikmati untuk memandangimu karena harus menahan nafsuku. Kamu layaknya hidangan sahur, ku nikmati untuk melepas dahaga rindu. Kamu juga layaknya hidangan berbuka, selalu ada rasa manis disaat kita jumpa. Dan kamu layaknya takjil, belum membuatku puas akan keberadaanmu saja.

Sekarang tinggal seberapa tahan aku menunggu. Menunggu saat berbuka puasa dan juga menunggumu tak bersamanya. Bedanya, menunggu berbuka puasa memberiku pahala sedangkan menunggumu memberiku cinta. Cobaannya, aku bisa menahan hawa nafsu untuk berpuasa tapi aku tak bisa menahan hawa nafsu kamu bersamanya.

Aku mengingat kembali bahwa aku dulu pernah menyia-nyiakan kesempatan yang pernah kamu berikan. Memang tak ada kesempatan kedua, tapi ada kesempatan lain. :)