Selasa, 24 Februari 2015

Harapan Dari Potongan Chat

Hari ini gue bangun pagi. Kabar baik.

Akhir-akhir ini banyak kebiasaan yang gue lakukan sebagai manusia normal. Chat terakhir dari seseorang yang membuat gue melakukan ini semua. Membuat gue masih mencari tahu kenapa chat ini berhenti berbalas dalam sebuah obrolan yang tidak terlalu penting.

“Flashback itu hal menakutkan jika yang dibayangkan adalah bayangan indah yang telah hilang dan tak memungkinkan untuk hadir lagi dikehidupan kita, sampai akhirnya bayangan itu hanya menghantui. –Putrauma” (Bodo amat!).

“Dulu, alasan kamu suka chattan sama aku hanya sebatas kamu kesepian aja sampai akhirnya chat dari aku adalah sebuah kebutuhan untuk kamu. kamu tiba-tiba nge-PING!!! pas aku lagi belajar disekolah, pas banget yang ngajar guru killer, bahkan sampai kamu voicenote tapi aku gak nanggepin. Dibalik itu aku sebenernya memperlakukan kamu kok. Buktinya ketika bel istirahat sekolah berbunyi temen-temen aku yang lain langsung berlarian ke arah kantin sedangkan aku sempetin waktu buat dengerin voicenote kamu dulu di kelas sebelum jajan ke kantin. Aku sampe minjem headset lho sama temen aku dengan alasan pengen denger lagu, padahal aku mau dengerin voicenote kamu. Aku gak bisa terlalu jujur untuk ngasih tau kalo aku pengen dengerin voicenote dari kamu. Aku mengganggap kamu adalah sebuah privasi.” Kata-kata ini dimaksudkan agar orang yang gue maksud tau kenyataan sebenarnya. (itu pun kalo dia baca tulisan ini)


Seandainya dia baca, gue sengaja nulis ini:

Tau gak akhir-akhir hal apa aja yang aku lakuin?

Gak tau ya? Iyasih ini salah aku soalnya aku gak ngasih tau kamu. Aku kasih tau deh...

Akhir ini tuh aku hanya ngecek chat lama kita terus baca lagi dari paling atas sambil berharap ketika aku mendekati chat paling terakhir kamu nge-chat aku lagi dan menyambung setiap chat kita yang terputus diakhir. Dengan syarat, harus dengan hal lain kamu nge-chat aku, yaitu kamu nge-chat aku tanpa status. Alasan aku gak nge-chat duluan udah tau kan? Status itu lho yang bikin aku risih.

Cukup.


Kita pernah berlomba-lomba untuk saling mengucapkan “Selamat pagi!”. Walaupun kadang salah satu dari kita pernah sama sekali gak ada yang ngucapin duluan karena sama-sama bangun kesiangan kemudian buru-buru berangkat ke sekolah sampai tanpa sadar hp kita masing-masing ketinggalan dan gak ada yang ngasih kabar. Yang masih gue pikirkan, Apakah orang tua kita masing-masing nge-cek hp yang ketinggalan itu? Sampai akhirnya terjadi chatting antara para orang tua (atau... Calon Mertua). Dan secara diam-diam para orang tua kita masing-masing merestui kita via chatting. Maybe..

Padahal awalnya itu adalah obrolan yang gak penting, tapi seru aja gitu. Sayang, semua jadi gak sama lagi secara begitu aja. Bahkan ini cuma jadi kisah yang klimaksnya biasa aja pada akhirnya.

Berharap, “Put, percuma lo kelamaan nunggu pasti pada akhirnya lo bakalan nyari yang baru!” bisikan yang mencoba menghasut gue agar memikirkan segalanya untuk merubah pikiran gue supaya mencari yang baru. Bodo amat.

Kangen.

Kangen..

Kangen...

Kangen....

KANGEN!!!

Karena biasanya kita chattingan sampai malam, begadang, lupa makan, hingga lupa waktunya tidur. Sekarang aku hanya menunggu kamu nge-chat aku lagi. Aku menunggu hingga bosan, lelah, ngantuk, akhirnya tidur lelap. Tidur tanpa mimpi tiba-tiba terbangun dipagi hari. Setidaknya ada hikmah dibalik akhir kisah kita: aku jadi terbiasa untuk selalu bangun dipagi hari dan selalu ingat kapan waktunya tidur.


Terima kasih :)

Kamis, 12 Februari 2015

Penantian Buta di Lafoten

Cerpen by Putrauma

“Alvin, maukah kau ikut denganku menangkap ikan Cod?”

            Januari di Lafoten, dimana ikan Cod bermigrasi dari Laut Barents menuju ke selatan, Lafoten. Namun Alvin selalu menolak ajakan pamannya untuk ikut menangkap ikan Cod bersamanya.

“Mengapa kau selalu menolak ajakanku?”

“Ada yang sedang aku tunggu, Neal.”

            Entah, apa yang Alvin nantikan. Hanya duduk di kursi panjang yang tak jauh dari rumahnya, berdiam diri tanpa kepastian. Tanpa menghitung setiap menit dan detiknya ia telah duduk disitu.

Di daerah yang disebut “An Arctic Paradise” dengan keindahan alam layaknya surga. Namun, tak mampu menbendungi perasaan seseorang untuk merasa kesepian, sendirian, dan menanti. Walau elang diatas cakrawala mencoba menghiburnya. Atau mungkin hanya menunggu bangkainya ketika ia mati.

Hanya berdiam diri seakan perasaannya berbicara dengan alam sekitar. Merubah posisi duduk mungkin satu-satunya hal yang dilakukannya selain berdiam diri. Dan satu-satunya hal yang dilakukan oleh orang yang menanti seseorang tanpa kepastian: jatuh cinta.

Ia sudah terlanjur menolak ajakan pamannya untuk menangkap ikan Cod bersamanya dan dia lebih memilih untuk menanti seseorang tanpa kepastian. Pilihan ini dipilihnya karena suatu alasan tertentu. Dia buta. Bahkan jika dia menerima ajakan pamannya, dia sendiri tak mampu melihat ikan Cod yang akan ditangkapnya. Dia juga lebih untuk menanti cinta yang juga buta: cinta yang memang buta karena cinta tak memiliki mata.

Yang sedang ditunggunya adalah Natalie. Inisial namanya pun ada di kalung yang dipakai oleh Alvin, “N” berarti Natalie. Ialah perempuan yang berani menerima Alvin dengan kondisinya sekarang. Tinggal dengan pamannya berdua serasa kurang lengkap tanpa kesehariannya ditemani oleh Natalie. Walaupun ia tak pernah melihat wajahnya. Hanya mampu merasakannya.

“Lepaskan tongkatmu, Alvin,” Kata Natalie sambil menurunkan tongkat Alvin “Biarkanlah aku menggandeng tanganmu untuk menuntunmu.”

Sulit untuk menjadi orang buta yang tak mampu untuk melihat keindahan di sekitarnya, seperti Lafoten dan.. Natalie.

“Keindahan yang sebenarnya bukanlah keindahan yang selalu hanya dilihat dari mata, Alvin. Keindahan itu akan lebih sempurna bila kita bisa merasakannya, bukan melihatnya,” Kata Natalie sambil memegang tangan Alvin untuk menyentuh wajahnya “..Seperti Kau.”

Siapa lagi orang yang mampu mengisi hari-hari Alvin selain Natalie. Masa lalu cerahnya dengan pandangan mata yang gelap kini menjadi benar-benar gelap. Natalie menghilang. Kabar burung berkata bahwa Laut telah menghayutkannya. Memang tak mungkin perempuan yang bersahabat dengan laut justru terbunuh oleh laut. Alvin tak ingin mengingat ini.

“Sampai kapan aku duduk disini?!” keluh Alvin sambil menarik kalung dari lehernya “Laut! hanyutkanlah tubuhku lalu sampaikan kepada Nata!” Alvin melempar kalungnya kearah Laut. Lemparannya hanya sampai ke gundukan karang.

Langkah kakinya berjalan menuju ke tebing karang yang tinggi sambil meraba langkahnya dengan tongkat kayu yang dipegangnya. Berjalan semakin menanjak menuju tebing yang benar-benar tinggi.

*****
      
      Neal sang paman pulang membawa hasil tangkapan ikan Cod dipundaknya. Berharap Alvin juga ikut senang ketika ia pulang dengan bawaannya sekarang.

     “Ini kalung milik Alvin,” kata Neal sehabis melihat kalung Alvin dan menggenggamnya. “Alvin!! Dimana kau?!” Kepanikan Neal menyeruak terhadap Alvin.
    
        Neal berjalan kebingungan mencari Alvin sampai pandangan matanya yang tajam melihat Alvin dari kejauhan sedang berjalan semakin tinggi diatas tebing. Neal cepat berlari menyusul Alvin tanpa berteriak untuk memanggilnya.

       “Alvin!” dengan kelelahan Neal memanggil Alvin yang berada di ujung tebing.

“Neal? Mau apa kau?” tebak Alvin sambil memasang tatapan butanya.

“Natalie?! Kau harus melupakannya, Alvin.” Neal berkata masih kelelahan “Seharusnya kau ikut denganku menangkap ikan Cod.” Neal mengalihkan pembicaraan sambil mendekati Alvin.

Alvin tergelincir di pinggir tebing dan terlepas dari tongkat yang dipegangnya. Dia jatuh.

“Alvin!” Neal berusaha cepat menyambar Alvin. Namun gagal.



Hanya tongkat Alvin yang selamat digenggaman Neal, juga kalung berinisial “N” milik Alvin. Mungkin ini takdir Alvin. Biarlah laut membawanya benar-benar bertemu dengan Natalie di Surga: surga yang sebenarnya, bukan surga Lafoten. Dan ia mampu melihat jelas wajah Natalie di hadapannya. Mungkin juga ikan Cod yang telah lama ingin dilihat dengan matanya.

Jumat, 06 Februari 2015

Jalan Pikiran

Terlalu lama kita menjauh sampai suatu saat tetap ada yang ingin mendekat, harapan.Harapan yang tak tersampaikan. Ia mendekat mendesak tubuh ini yang semakin lemah, dan hanya bisa pasrah.

Sebenarnya, terlalu jauh aku tersesat dalam jalan pikiranmu.
Tak tau harus kearah mana lagi harus melangkah dipersimpangan cinta ini.
Haruskah aku berada dalam lika-liku ini? Membingungkan.
Mengendarai hati dan menghabiskan bahan bakar perasaan.





7 Feb 2015, duduk diantara kawan selagi berpikir kisah percintaan.